Dua kali berencana bunuh diri mungkin bisa menggambarkan
betapa kacaunya tahun ini. Hari-hari dimana saya melawan depresi saya; insecurity as well as my anxiety level was
flooded up this year. I had some days
where I can only lock myself in my room, crying my eyes out and looking only at
the ceiling with mind only filled with the word ‘mati’ for i don’t know how long. Saya menyadari bahwa ada yang salah
dengan mental saya, ada monster besar yang berusaha menelan saya; saya yang
kata orang punya kehidupan yang sempurna, yang mampu memimpin, yang tangguh—sesungguhnya
hanya perempuan cengeng yang terbiasa mencambuk diri sendiri dengan berbagai
target dan menyalahkan diri sendiri, sampai pada level menganggap diri sendiri
sampah saat target-target itu tidak tercapai. Saya menerima berbagai penolakan
tahun ini; yang membuat saya merasa bahwa saya tidak pantas bahagia; dan saya
tidak seharusnya ada.
Sedari kecil; sedari kecil saya sudah punya sifat sangat
cengeng dan mudah sakit hati.
Semakin besar saya berharap itu berkurang—nyatanya ia hanya
berubah ke wujud-wujud lain yang tidak kalah menyedihkan.
Kelas 2 SMA mencapai pukulan terdahsyat dalam hidup saya;
dan saya mengakui saya masih belum bisa sepenuhnya bangkit. Dengan segala
rangkaian kejadian yang terjadi; saya menemukan diri saya semakin terpuruk
dalam jurang tanpa jalan keluar. Sendirian; ketakutan—saya tidak ingin mati;
tapi entah kenapa pilihan tersebut terdengar menggiurkan.
24 Desember; sebuah ibadah dalam gereja GBI di Bali membuat
saya akhirnya minta ampun pada Tuhan—hei,
jangan kira pribadi yang religius juga tidak bisa dihadapkan dengan posisi
tanpa harapan—tentang keinginan saya untuk mati. Tentang tangan yang ingin
saling memotong itu, dan tangan yang sama yang ingin mendorong motor saya untuk
menabrakan diri itu—dari semua dosa yang bisa saya sebutkan dan muncul di ujung
pikiran saya, kedua hal itu muncul terlebih dahulu.
2017 ini tahun yang penuh kesepian—semakin banyak perpisahan,
semakin banyak penolakan. Saya minta maaf, untuk semua orang yang berusaha ‘terlihat’ peduli, ataupun yang sungguh
peduli, saya minta maaf karena saya mengusir kalian secara perlahan di tahun
ini. Dalam pikiran saya, I just think
that I don’t belong anywhere. And I should never been belong anywhere anyway—because
it’s only going to hurt me in the end. Sungguh itu adalah pikiran yang saya
tahu akan terbaca sangat salah dalam pemikiran orang banyak—tapi saya sendiri
juga bingung bagaimana mengenyahkan pola pikir ini. Apa mungkin saya bipolar?
Saya tidak tahu.
Sungguh saya tidak butuh dikhotbahi. Iya, saya tahu, akan
berujung ke neraka kalau saya bunuh diri. Iya, saya juga tahu kalau hal ini
hanya akan merugikan orang-orang lain yang saya tinggalkan. Saya tahu. Saya
sangat tahu berbagai resikonya, dan mengerti betul. Saya sudah memikirikan segala
halnya matang-matang selama setengah tahun ini. Dari sisi psikologis hingga
religius. Saya bukan pribadi yang tidak ber-Tuhan. Saya berdoa, dan sungguh
kawan, ini bukan sebuah pertarungan tanpa perlawanan. Saya sungguh berjuang. Dan
dengan kalian datang dan menceramahi saya, tentang seharusnya saya lebih
berserah pada Tuhan Yesus, tentang seharusnya saya belajar bersyukur—hanya akan
menambahkan poin dalam hal yang menyakitkan dan tidak ingin saya lanjut dengar di 2018.
Untuk kalian yang berhasil membaca ini di awal tahun 2018, sebagian
dari kalian adalah orang-orang yang saya kasihi, dan yang membuat saya masih
bisa bernafas dan memilih untuk melawan kesalahan yang terjadi dalam kepala
saya sepanjang tahun ini. Sebagiannya lagi... saya punya alasan khusus kenapa
saya membiarkan kalian membaca salah satu kejatuhan dalam hidup saya, ini.
Seperti yang saya bilang dalam dua paragraf sebelumnya, saya
tidak perlu diceramahi; saya hanya perlu kalian ada. Saya punya trauma yang
sangat besar pada sebuah ‘kepergian’. Saya tidak perlu kalian mengasihani saya;
saya hanya butuh sedikit kalian membagi kekuatan kalian pada saya, senyuman
kalian, kehangatan kalian, saya hanya ingin meminta sedikit bantuan untuk saya
melawan pikiran saya sendiri. Tidak usah langsung memasang wajah sedih atau
bahkan bersalah di hadapan saya saat kelak kalian bertemu dengan saya, tolong
tersenyum dan kita rayakan hidup yang ada ini dengan hangat. Saya mohon maaf
kalau hal ini membuat kalian ingin pergi dari hidup saya karena hal-hal ini
terlalu gila untuk kalian cerna—maaf kalau saya terlalu berlebihan, namun saya
tidak akan menyalahkan kalian jika kalian ingin pergi—toh sudah banyak juga
yang pergi.
Ya, kawan, saya hanya sedang berusaha mengapresiasi tahun
ini, dan nafas saya yang boleh terhembus pada 1 Januari 2018.
Mengapresiasi kemampuan saya yang lemah ini dalam bertahan
hidup.
Have a great year, everyone.
From yours truly,
Sasha.
No comments:
Post a Comment
Leave your footsteps here.