Pages

Thursday, January 1, 1998

2017.

Dua kali berencana bunuh diri mungkin bisa menggambarkan betapa kacaunya tahun ini. Hari-hari dimana saya melawan depresi saya; insecurity as well as my anxiety level was flooded up this year. I had some days where I can only lock myself in my room, crying my eyes out and looking only at the ceiling with mind only filled with the word ‘mati’ for i don’t know how long. Saya menyadari bahwa ada yang salah dengan mental saya, ada monster besar yang berusaha menelan saya; saya yang kata orang punya kehidupan yang sempurna, yang mampu memimpin, yang tangguh—sesungguhnya hanya perempuan cengeng yang terbiasa mencambuk diri sendiri dengan berbagai target dan menyalahkan diri sendiri, sampai pada level menganggap diri sendiri sampah saat target-target itu tidak tercapai. Saya menerima berbagai penolakan tahun ini; yang membuat saya merasa bahwa saya tidak pantas bahagia; dan saya tidak seharusnya ada.

Sedari kecil; sedari kecil saya sudah punya sifat sangat cengeng dan mudah sakit hati.

Semakin besar saya berharap itu berkurang—nyatanya ia hanya berubah ke wujud-wujud lain yang tidak kalah menyedihkan.

Kelas 2 SMA mencapai pukulan terdahsyat dalam hidup saya; dan saya mengakui saya masih belum bisa sepenuhnya bangkit. Dengan segala rangkaian kejadian yang terjadi; saya menemukan diri saya semakin terpuruk dalam jurang tanpa jalan keluar. Sendirian; ketakutan—saya tidak ingin mati; tapi entah kenapa pilihan tersebut terdengar menggiurkan.

24 Desember; sebuah ibadah dalam gereja GBI di Bali membuat saya akhirnya minta ampun pada Tuhan—hei, jangan kira pribadi yang religius juga tidak bisa dihadapkan dengan posisi tanpa harapan—tentang keinginan saya untuk mati. Tentang tangan yang ingin saling memotong itu, dan tangan yang sama yang ingin mendorong motor saya untuk menabrakan diri itu—dari semua dosa yang bisa saya sebutkan dan muncul di ujung pikiran saya, kedua hal itu muncul terlebih dahulu.
2017 ini tahun yang penuh kesepian—semakin banyak perpisahan, semakin banyak penolakan. Saya minta maaf, untuk semua orang yang berusaha ‘terlihat’ peduli, ataupun yang sungguh peduli, saya minta maaf karena saya mengusir kalian secara perlahan di tahun ini. Dalam pikiran saya, I just think that I don’t belong anywhere. And I should never been belong anywhere anyway—because it’s only going to hurt me in the end. Sungguh itu adalah pikiran yang saya tahu akan terbaca sangat salah dalam pemikiran orang banyak—tapi saya sendiri juga bingung bagaimana mengenyahkan pola pikir ini. Apa mungkin saya bipolar? Saya tidak tahu.

Sungguh saya tidak butuh dikhotbahi. Iya, saya tahu, akan berujung ke neraka kalau saya bunuh diri. Iya, saya juga tahu kalau hal ini hanya akan merugikan orang-orang lain yang saya tinggalkan. Saya tahu. Saya sangat tahu berbagai resikonya, dan mengerti betul. Saya sudah memikirikan segala halnya matang-matang selama setengah tahun ini. Dari sisi psikologis hingga religius. Saya bukan pribadi yang tidak ber-Tuhan. Saya berdoa, dan sungguh kawan, ini bukan sebuah pertarungan tanpa perlawanan. Saya sungguh berjuang. Dan dengan kalian datang dan menceramahi saya, tentang seharusnya saya lebih berserah pada Tuhan Yesus, tentang seharusnya saya belajar bersyukur—hanya akan menambahkan poin dalam hal yang menyakitkan dan tidak ingin saya lanjut dengar di 2018.  

Untuk kalian yang berhasil membaca ini di awal tahun 2018, sebagian dari kalian adalah orang-orang yang saya kasihi, dan yang membuat saya masih bisa bernafas dan memilih untuk melawan kesalahan yang terjadi dalam kepala saya sepanjang tahun ini. Sebagiannya lagi... saya punya alasan khusus kenapa saya membiarkan kalian membaca salah satu kejatuhan dalam hidup saya, ini.

Seperti yang saya bilang dalam dua paragraf sebelumnya, saya tidak perlu diceramahi; saya hanya perlu kalian ada. Saya punya trauma yang sangat besar pada sebuah ‘kepergian’. Saya tidak perlu kalian mengasihani saya; saya hanya butuh sedikit kalian membagi kekuatan kalian pada saya, senyuman kalian, kehangatan kalian, saya hanya ingin meminta sedikit bantuan untuk saya melawan pikiran saya sendiri. Tidak usah langsung memasang wajah sedih atau bahkan bersalah di hadapan saya saat kelak kalian bertemu dengan saya, tolong tersenyum dan kita rayakan hidup yang ada ini dengan hangat. Saya mohon maaf kalau hal ini membuat kalian ingin pergi dari hidup saya karena hal-hal ini terlalu gila untuk kalian cerna—maaf kalau saya terlalu berlebihan, namun saya tidak akan menyalahkan kalian jika kalian ingin pergi—toh sudah banyak juga yang pergi.

Ya, kawan, saya hanya sedang berusaha mengapresiasi tahun ini, dan nafas saya yang boleh terhembus pada 1 Januari 2018.

Mengapresiasi kemampuan saya yang lemah ini dalam bertahan hidup.

Have a great year, everyone.


From yours truly,

Sasha.

No comments:

Post a Comment

Leave your footsteps here.