Kami kenal di gereja. Dan yeah, aku nggak bisa bohong kalau dulu aku pernah naksir dia. Dulu, jaman kelas delapanan atau sembilanan SMP. Aku lupa. Yang jelas, aku benci momen-momen itu, perasaan itu hanya menghalangi hubungan pertemanan yang menyenangkan dengannya. Well, sekarang, saat tidak ada perasaan apapun, it's just a blast to be around him. Tapi, dia pernah jadi tempat aku menangis, menangis habis-habisan saat aku stress, entah kenapa, dia selalu ada di momen-momen yang tepat.
Oke, enggak, aku nggak akan melanjutkan deskripsi tentang dia semacam aku jatuh cinta padanya atau sesuatu. Karena pada akhirnya memang nggak terjadi hal-hal bodoh macam itu. Menjadi seorang teman yang bisa tertawa di sekitarnya lebih mengasyikan dari pada itu.
Aku hanya mau bilang kalau dia adalah anak manis, yang sangat baik. Yang kurasa nggak akan pernah bisa marah.
Sampai semuanya berubah hari ini
"Kamu nggak bisa bilang nggak tau, dong! Minggu depan Remaja udah persekutuan! Cepet di arrange!"Syok. Abis-abisan. Dunia runtuh di belakangku. Mana dia lagi sakit. Nggak oke banget. Aku sampai tanya; "Ini siapa?" di telpon. Dan dia diem aja.
Mampus
Bahkan sekarang dia nggak ngangkat telepon (iya, gue ngetik ini sambil nyoba nelpon dia)
Dobel mampus.
No comments:
Post a Comment
Leave your footsteps here.